• Kembali ke Website Pertuni - www.pertuni.or.id
  • Testimony
  • Berita Tunanetra
  • Blog
  • World Blind Union Publications


  • Senin, 06 April 2009

    Re: [mitra-jaringan] pemilu 2009

    Informasi yang sangat menarik mas Ndaru...

    Di jogja hanya ada (sepengetahuan saya) 1 caleg yang difabel. Tapi dari hasil ngobrol-ngobrol saya dengan beliau, saya belum melihat adanya konsep yang jelas yang akan beliau perjuangkan apa bila terpilih nanti. Inilah yang kemudian membawa saya sampai pada satu pendapat bahwa keterwakilan tidak harus diwakili oleh orang dari kelompoknya, tapi yang penting adalah benar-benar memahami siapa yang diwakili dan perjuangan macam apa yang diwakilkan. Sikap-sikap yang muncul (yang saya amati) justru dia (caleg yang saya maksud) seolah tahu apa yang menjadi kebutuhan, permasalahan dan kepentingan difabel tanpa mau berbicara langsung dengan kelompok dimana dia mengatasnamakan untuk mewakili... Jika pada awal pencalonannya saja tidak ada cerminan seorang wakil yang aspiratif dan partisipatif, bagaimana ketika dia terpilih sebagai wakil?

    Tentu saya tidak menganggap sikap-sikap diatas adalah sikap keseluruhan caleg difabel yang ada dan lebih meyakini itu sebagai personal attitude dia saja dan kita berarap bahwa kedepan akan semakin banyak wakil difabel dan yang benar-benar maju untuk menjadi ujung tombak perjuangan kita di parlemen...

    Yang menarik dari perbincangan ini adalah bahwa kita sudah selangkah lebih maju dalam PEMILU sekarang ini. Saya masih ingat pada PEMILU 5 tahun silam, perbincangan kita masih lebih banyak pada aksesibilitas PEMILU, dimana diskusinya selalu berkutat pada bagaimana kita bisa mencoblos pada hari pemungutan tanpa banyak memperbincangkan tentang bagaimana saluran-saluran politik itu kemudian dapat mengakomodasi suara kita dalam kurun 5 tahun ke depan. Tapi saat sekarang ini, perbincangan sudah bergeser maju kearah siapa dan seperti apa yang akan kita pilih, dan bukan lagi sekedar bagaimana cara kita memilih. Terlepas semakin komplex dan semakin tidak aksesibelnya pemilu bagi sebagian besar difabel dan warga masyarakat lainnya, ibarat berbelanja kita sudah tidak lagi berfikir bagaimana caranya bertransaksi tapi sudah bergeser pada apa dan barang macam apa yang kita beli. Saya kira ini merupakan langkah maju yang didasari dengan semangat bahwa memang kita punya hak politik yang sama sebagai warga negara yang lain...

    Di Jogja, SIGAB dan organisasi-organisasi difabel lainnya sudah menyelenggarakan beberapa dialog dengan partai politik untuk memastikan dukungan dan komitmen mereka untuk memperjuangkan kepentingan difabel. Dan memang benar seperti yang dikatakan oleh mas Ndaru dan kawan-kawan lain, diantara partai politik yang kita ajak berdialog tak satupun yang memuat isu difabel dalam garis perjuangan partainya. Hal ini, sudah menjadi indikator jelas bahwa ternyata partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi kita telah gagal mengidentifikasi masalah keadilan sosial yang ada di Indonesia. Untuk itu, tidak ada pilihan lain saya kira kecuali "GO POLITICS!"

    Istilah go politics yang saya maksud bisa ditafsirkan banyak sekali. Bisa jadi terlibat dalam partai politik yang ujung2nya adalah berpolitik praktis, tapi kerja besar dan panjang yang saya maksud dengan "go politics!" itu adalah bagaimana kita bisa mulai memperkenalkan isu, permasalahan, kepentingan dan aspirasi difabel kepada pelaku politik praktis sehingga politik bagi kita bukan hanya 9 april pada pelaksanaan pemungutan suara saja, tapi hak politik kita tetap diakomodasi sepanjang demokrasi masih dikatakan ada...

    Semoga sharing ini tidak terlalu panjang dan bermanfaat.

    Salam dan ditunggu sharing dari kawan-kawan.

    M Joni Yulianto S.Pd M.A
    Director
    Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB)
    The Institute for Advocacy and Integration of the Diffable
    Perum Sawit Sari Block I/3 Condongcatur Sleman Yogyakarta

    0 Komentar:

    Posting Komentar

    Berlangganan Posting Komentar [Atom]

    << Beranda