• Kembali ke Website Pertuni - www.pertuni.or.id
  • Testimony
  • Berita Tunanetra
  • Blog
  • World Blind Union Publications


  • Selasa, 13 Oktober 2009

    Jurusan apa yang cocok bagi tunanetra?

    Mitra-Jaringan, Tuesday, August 25, 2009 12:16 PM

    Aku sangat berharap bahwa generasi penyandang cacat Indonesia abad 21 haruslah generasi penyandang cacat yang tangguh dan siap menanggung resiko untuk mengadvokasi dirinya. Saya sangat kagum pada teman-teman selalu berani mencoba dan mencoba. Saya tahu bahwa misalnya untuk berani mengambil resiko dalam memilih jurusan itu nggak mudah, ditambah lagi kesempatan yang kita miliki di Indonesia memang sangat-sangat terbatas. Saya ingin sekali mengatakan, just make your decition and go, just do it...!!! Dengan filosofi ini, kita akan menjadi generasi pendobrak yang efektif, sekaligus kreatif, karena kita akan terpaksa menjadi kreatif dan menemukan solusi untuk setiap masalah yang kita hadapi, agar bisa survive.

    Pendidikan di Indonesia memang cenderung membuat kita hanya menghargai hasilnya ketika menjadi sama seperti orang lain. Misalnya, kalau kita kuliah di psikologi, maka yang terbayang ketika kita lulus nanti adalah menjadi psikolog. Ini pula yang banyak diamini para dosen, sehingga mereka melihat proses belajar itu begitu sempit. Sehingga, ketika seorang tunanetra yang masuk psikologi tidak bisa mengerjakan perangkat test psikologi hanya karena dia tidak melihat, maka si dosen akan mengatakan tamatlah riwayatmu. Si dosen tidak pernah berpikir, bahwa jurusan psikologi itu tidak hanya sekedar menghasilkan seorang ahli psikotest. Dia juga bisa jadi pekerja sosial, bisa bekerja sebagai HRD, bisa menjadi konsultan pendidikan, bisa jadi dosen, atau minimal bisa jadi bapak atau ibu yang baik buat anak-anaknya.....

    Lagi-lagi ini cerita dari pengalaman ku di sini: quarter kemarin aku ambil mata kuliah Clinical Assessmen of Children and adolescent. Dari nama mata kuliah ini, terbayang sudah bahwa kita akan melakukan assessmen klinis tentang anak, khujsusnya berwujud assessmen terhadap prilakunya. Lebih lanjut terbayang bahwa kita akan melakukannya dengan sepenuhnya mengandalkan mata, karena kalau kita berbicara terapi behavior, tentunya diperlukan ketelitian menangkap setiap prilaku yang muncul, frekuensi , situasi pemicu, dan sebagainya. Mendengar nama kuliah ini, aku sudha cemas duluan, wah... gimana caranya melakukannya? Lebih lagi yang difokuskan untuk kuliah ini adalah perilaku anak ADHD dan anak dengan autisme. Dalam kebingunganku, akhirnya aku memberanikan diri menghampiri professorku dan bertanya apakah aku harus ikut mata kuliah ini? Melihat aku yang bingung, si professor hanya menjawab santai," kalau kamu mau menjadi seorang behavior terapis, apakah kamu juga harus terjun langsung mengobservasi anak? bukankah sebnarnya yang dibutuhkan adalah kerja sama tim karena observasi hendaknya dilakukan oleh banyak orang? Bukankah kamu bisa membangun diagnosa dan treatment planning berdasarkan report yang kau terima dari tim kerjamu? bukankah sebenanrya kamu tetap bisa bekerja dengan anak atau klienmu berdasar pada sekumpulan data yang dikerjakan oleh observer, karena dengan kondisi lebih dari satu, maka akan terjamin validitasnya? Bukankah dalam rangka penanganan, kamu bisa bertindak sebagai leader dan konsultan yang memberi advice, sementara pelaksananya bisa guru, bisa orang tua, bisa shadow teacher, bisa co -worker dan sebagainya? " Mendengar jawaban itu, aku cuma bisa terdiam dan senyum-senyum sendiri... Ternyata cara pikirku ini pendek sekali hanya karena aku terlalu fokus pada keterbatasanku...:)

    Mudah-mudahan ceritaku ini bermanfaat untuk membuat kita tidak sekedar fokus pada titik lemah yang kita miliki. Perlu memang mengetahui kelebihan dan kekurangan, tapi itu tidak harus membuat kita menjadi patah.....

    Salam
    Tolhas Damanik

    1 Komentar:

    Blogger admin mengatakan...

    Salam. Boleh minta Kontaknya Tolhas Damanik.,
    Saya dosen psikologi yang juga memiliki kasus dengan mahasiswa tunanetra yang mulai tidak diterima oleh sebagaian besar dosen karena bakal kesulitan dengan alat tes., mohon informasinya

    24 Oktober 2015 pukul 21.17  

    Posting Komentar

    Berlangganan Posting Komentar [Atom]

    << Beranda