• Kembali ke Website Pertuni - www.pertuni.or.id
  • Testimony
  • Berita Tunanetra
  • Blog
  • World Blind Union Publications


  • Kamis, 18 Agustus 2011

    renungan tentang zakat

    From: Aria Indrawati
    To: mitra-jaringan@yahoogroups.com
    Sent: Thursday, August 18, 2011 3:23 PM

    Zakat Dan Infaq
    Adakah Alokasi Untuk memberdayakan Penyandang Disabilitas?


    Bulan Ramadhan telah berjalan lebih dari setengahnya, masih ada dua minggu lagi kurang lebih. Ini bulan suci bagi pemeluk agama Islam. Bulan di saat umat Islam dianjurkan berpuasa dan memperbanyak amal kebaikan lainnya, baik amal kebaikan untuk mempererat relasi dengan Sang Maha Penyayang, maupun amal kebaikan untuk lingkungan sosialnya, sesama manusia.

    Salah satu anjuran yang banyak diserukan adalah bagi mereka yang mampu atau berharta, menyisihkan sebagian harta dalam bentuk zakat, infaq dan sedekah, karena di dalam harta yang dimiliki itu terdapat “hak orang lain”. Di saat bulan Ramadhan tiba, ajaran ini menggema dan digemakan dengan begitu keras di hati setiap penganut Islam. Bahkan, mereka yang kemampuannya terbatas pun berusaha agar dapat memenuhi anjuran ini, karena Islam menjanjikan pahala dan kebaikan berlipat ganda bagi mereka yang banyak beramal kabaikan di bulan Ramadhan.

    Momentum ini pun dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga yang menyatakan diri sebagai “pengumpul zakat, infaq dan sedekah”. Mereka berlomba-lomba menyebarkan flyer dan brosur, baik versi cetak maupun versi digital, berisi petunjuk, ajakan dan himbauan untuk membayar zakat, dan menyalurkannya ke lembaga mereka.

    Kepada siapa zakat itu disalurkan? Jawabnya, “Kaum fakir dan miskin, serta anak-anak yatim yang tidak mampu”. Apakah hanya mereka yang membutuhkannya? Tentu saja tidak.

    Ini ada contoh unik, yang terjadi di Universitas Islam Negeri – UIN – Sunan Kalijaga Yogyakarta. Keunikan ini mulai terjadi di saat universitas itu dipimpin oleh Prof. DR. Amin Abdullah beberapa tahun yang lalu. Prof. Amin, begitu ia biasa disapa, adalah seorang “pejuang inklusif”; idiologi yang mengajarkan agar kita menghargai dan mengakomodir perbedaan.

    Sebagai lazimnya perguruan tinggi, UIN Sunan Kalijaga juga memberikan bea siswa atau bantuan dana pendidikan kepada mahasiswa yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan, salah satu kelompok mahasiswa yang dapat memperoleh bantuan dana pendidikan di universitas ini adalah “mahasiswa yang menyandang disabilitas”. Dasar pemikiran yang digunakan adalah, adalah, sebagai mahasiswa, penyandang disabilitas membutuhkan dana lebih besar dalam menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk untuk studi mereka. Untuk pergi ke kampus misalnya, karena angkutan publik belum ramah pada mereka, mahasiswa yang memiliki hambatan mobilitas akan lebih aman menggunakan transportasi pribadi. Untuk mengakses referensi secara mandiri, mahasiswa tunanetra harus memiliki alat-alat bantu teknologi, dan sebagainya.

    Meski keluarga mereka rata-rata mampu, keluarga tersebut harus mengeluarkan dana lebih banyak untuk mendukung pendidikan anak dengan disabilitas dibandingkan dengan anak yang tidak menyandang disabilitas. Di sinilah masyarakat atau sistem sosial harus berperan memikul biaya yang lebih tersebut. Dan, biaya itu seharusnya dapat diambilkan dari dana “zakat, infaq dan sedekah” yang dihimpun dari masyarakat pemeluk Islam.
    Jika tidak, salah satu dampaknya adalah, pendidikan anak dengan disabilitas seringkali tidak atau belum dijadikan prioritas dalam keluarga, terutama keluarga dengan kemampuan keuangan yang terbatas.

    Berdasarkan realita, diperkirakan 80 % penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam. Jika saat ini penduduk Indonesia berjumlah 240 juta, berarti hampir 200 juta beragama Islam. Jika, misalnya, 50 % dari penduduk pemeluk Islam itu adalah pembayar zakat, infaq dan sedekah, dan sebagian di antaranya disalurkan untuk membantu pemberdayaan para penyandang disabilitas; di bidang pendidikan dan pemberdayaan ekonomi misalnya, tidakkah ini luar biasa?

    Berdasarkan pengalaman Mitra Netra selama berkiprah, telah beberapa kali lembaga ini mencoba menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga pengumpul zakat, mengajak mereka agar sebagian dana zakat yang dihimpun juga dimanfaatkan untuk pemberdayaan tunanetra. Namun, karena berbagai alasan, ajakan ini belum mendapat sambutan positif.

    Apakah ini berarti Islam tidak memiliki perhatian pada penyandang disabilitas? Tentu saja jawabnya “tidak”. Dalam Al Qur’an pun telah dicontohkan. Nabi Muhamad SAW mendapatkan teguran langsung dari Allah saat mengabaikan seorang buta yang datang kepadanya, untuk menanyakan apakah ada ajaran baru yang harus ia pelajari. Saat orang buta itu mendekati Nabi, Beliau bermuka masam karena saat itu Nabi sedang berbicara dengan seorang petinggi suku Quraisy. Tidakkah kita semua mengambil pelajaran dari ajaran ini?

    Jika dipenuhi kebutuhan khusus mereka, Para penyandang disabilitas akan lebih berdaya – berpendidikan dan memiliki pekerjaan yang baik --; mereka akan menjalani kehidupan lebih berkualitas, dapat berpartisipasi penuh dalam kegiatan di masyarakat sesuai minat dan kemampuan mereka, termasuk menjadi pembayar pajak dan pembayar zakat, infaq serta sedekah. Jadi, apa yang masyarakat berikan pada para penyandang disabilitas akan kembali lagi pada masyarakat.

    Memang benar, tak semua penyandang disabilitas dapat menjalani kehidupan mandiri sepenuhnya. Mereka yang mengalami disabilitas di bidang intelektual, atau disabilitas ganda/multi disabilitas, akan membutuhkan bantuan dari orang lain sepanjang hidup mereka. Untuk kelompok ini, dana pemberdayaan disalurkan kepada keluarga mereka, sehingga keluarga tersebut mampu menopang anggota keluarga mereka yang menyandang disabilitas ganda atau multi disabilitas.
    * Aria Indrawati.